Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau disingkat dengan APBD merupakan otoritas setiap daerah guna mengalokasikan dana yang mereka miliki. Selain itu, APBD juga merupakan rencana untuk bisa mendapatkan dana sebagai pemasukan dan pembiayaan.
APBD hampir sama dengan APBN, hanya saja pengambil keputusan untuk APBD adalah pemerintah daerah. Hal yang menjadi pertimbangan untuk penyusunan APBD juga tergantung pada daerah masing-masing, maka tidak heran jika APBD setiap daerah akan berbeda.
Pengertian APBD
Seperti yang sudah sedikit disinggung di atas, APBD merupakan perencanaan daerah dalam hal mengelola keuangan dan ditetapkan tiap tahun sesuai dengan ketentuan yang dimiliki oleh tiap daerah.
Setiap APBD harus diajukan kepada DPRD guna mendapatkan persetujuan. Periode berlakunya APBD adalah sejak 1 Januari – 31 Desember atau satu tahun penuh. Susunan APBD sendiri meliputi perolehan, belanja serta pembiayaan daerah.
Dengan adanya APBD maka sistem desentralisasi terbukti sudah berjalan dengan baik, terutama pada sisi keuangan daerah. Dengan demikian, setiap daerah memiliki kekuasaan penuh untuk menentukan anggaran demi kebaikan wilayahnya.
Fungsi APBD
- Otoritas
Dengan adanya APBD maka pemerintah daerah memiliki landasan guna melakukan aktivitas untuk memperoleh pendapatan serta belanja daerah pada tahun berlakunya APBD.
- Perencanaan
APBD berfungsi sebagai dasar untuk pengelolaan keuangan yaitu dalam hal perencanaan kegiatan pada tahun berlaku.
- Pengawasan
Pemerintah daerah dapat menggunakan APBD guna mengontrol dan mengawasi kesesuaian setiap kegiatan yang akan dan sudah berlangsung sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan sebelumnya.
- Alokasi
Dengan APBD maka setiap kegiatan bisa lebih terarah dan memiliki sasaran utama yang jelas setiap tahunnya, misalnya fokus untuk membuka lapangan kerja maupun melakukan efisiensi dalam hal perekonomian.
- Stabilisasi
APBD merupakan landasan guna menjaga stabilitas atau keseimbangan ekonomi daerah.
Struktur APBD
- Pendapatan Daerah
- Belanja Daerah
- Pembiayaan Daerah
Selain itu, ada pula dua proses yang terkait dengan tiga struktur APBD di atas, yaitu:
- Penganggaran Pendapatan dan Belanja: Sebelum penetapan anggaran belanja maka akan dilakukan penganggaran terlebih dahulu, hal ini untuk melihat besar kecilnya pendapatan dibandingkan dengan belanja.
Rumus = Pendapatan daerah dikurangi – belanja daerah.
- Penganggaran Pembiayaan: yang termasuk ke dalam anggaran ini adalah penerimaan dan pengeluaran pembiayaan.
Rumus = Penerimaan – pembiayaan (disebut dengan pembiayaan neto)
Pembiayaan neto + surplus/defisit anggaran (disebut dengan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran atau SILPA)
Tujuan APBD
- Landasan untuk menentukan pendapatan serta pengeluaran daerah
- Menolong pemda untuk mengatur dan menjalankan kebijakan keuangan
- Meningkatkan efisiensi dalam pengadaan barang dan jasa
- Sebagai penentu fokus belanja pemda
- Membuat anggaran menjadi lebih transparan dan terbuka
Mekanisme Penyusunan APBD
- Penyampaian KUA (Kebijakan Umum Anggaran) APBD bersamaan dengan rencana kerja pemerintah daerah.
- Pengajuan RAPBD yang disertai dengan penjabaran serta berkas yang mendukung dan ditujukan kepada DPRD
- Setelah disetujui oleh DPRD maka berkas akan dibawa menuju Kementerian Dalam Negeri dan menunggu persetujuan dari Menteri Dalam Negeri untuk skala provinsi. Sedangkan untuk skala kabupaten atau kota, maka RAPBD yang sudah disetujui akan dibawa ke kantor gubernur untuk mendapatkan persetujuan. Lama pengesahan maksimal adalah 15 hari kerja sejak diterima.
- Untuk RAPBD skala kabupaten atau kota yang sudah disetujui gubernur, masih harus dibawa kepada mendagri untuk mendapatkan evaluasi. Lama proses ini sekitar 15 hari kerja sejak diterima. Jika batas waktu sudah berlalu namun belum ada evaluasi, maka RAPBD dianggap disetujui.
- Jika terdapat evaluasi, maka gubernur harus melakukan penyempurnaan RAPBD paling lambat satu minggu sejak evaluasi dikeluarkan. Jika tidak ada penyempurnaan, maka RAPBD yang diajukan dianggap batal dan diganti dengan acuan APBD yang berlaku di tahun sebelumnya.
Sumber APBD
- Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Sumber dari pendapatan ini berasal dari wilayah tempat APBD tersebut diberlakukan. Jadi semua pungutan yang ditetapkan sendiri oleh pemda akan masuk ke dalam pendapatan asli daerah. Semakin banyak sumber yang dapat ditetapkan pungutan, maka pemasukan bagi pemda akan semakin besar. Dengan demikian, wilayah tersebut akan semakin makmur karena ada banyak dana yang bisa dialokasikan.
Sedangkan jenis dari APBD sendiri ada 4 macam, yaitu :
- Pajak: pajak hotel, warung makan dan restoran, hiburan, iklan, penerangan jalan, selain itu juga pengambilan bahan galian golongan C.
- Retribusi: retribusi parkir, air minum, pasar, termasuk retribusi untuk pedagang yang mendirikan dagangannya ketika terdapat sebuah acara, misalnya pasar malam dan lain sebagainya..
- Pengelolaan kekayaan: bagian laba atas penyertaan modal pada BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada BUMN, dan bagian laba penyertaan modal pada perusahaan swasta.
- Lain-lain: hasil jual aset, jasa giro, pemasukan dari pengembalian ganti rugi dan masih banyak lagi.
- Dana Bagi Hasil (DBH)
Pada PP no.55 tahun 2005, ada dua macam sumber dari DBH. Hal ini bisa dilihat dalam pasal 19 ayat 1. Sumber tersebut adalah pajak dan sumber daya alam.
- Pajak: Pajak Bumi dan Bangunan (sebesar 10% dari tiap PBB yang dibebankan pada tiap tempat), Pajak Penghasilan (sebesar 20% dari keseluruhan pungutan) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (sebesar 80% dari keseluruhan pungutan)
- SDA: kehutanan, minyak gas serta tambang yang besarnya bervariasi tergantung dari peraturan daerah yang berlaku.
Sisa dari pajak yang ditetapkan tersebut akan disetorkan kepada pemerintah pusat. Jadi pemerintah daerah hanya mengambil jatah sesuai dengan persentase yang sudah disepakati.
- Dana Alokasi Umum (DAU)
Sumber pendapatan dari DAU adalah dari APBN. Kemudian pendapatan ini akan dialokasikan bagi kepentingan daerah. Penyebaran DAU ini diharapkan dapat membuat keuangan tiap daerah menjadi seimbang sehingga tidak ada kebutuhan daerah yang tidak bisa dibiayai karena adanya ketimpangan kondisi fiskal.
Ketentuan penetapan DAU adalah sebagai berikut :
- Besar DAU adalah minimal 25% dari pemerintah pusat sesuai yang tertera dalam APBN.
- Bagi provinsi, besarnya adalah 10% dari DAU dan untuk kabupaten/kota besarnya adalah 90% dari DAU.
- Penetapan DAU tiap daerah berlandaskan perkalian jumlah DAU dan semuanya sudah diputuskan di dalam APBN dengan takaran tertentu sesuai dengan porsinya.
- Porsi daerah kabupaten/kota dilihat dari rasio skala dari tiap daerah kabupaten/kota tak terkecuali
- Penetapan DAU untuk daerah dilandaskan atas besar kecilnya selisih kebutuhan daerah dengan potensi yang dipunyai. Hal ini disebut juga dengan celah fiskal.
- Dana Alokasi Khusus (DAK)
Sama seperti DAU, sumber dari DAK juga berasal dari APBN yang besarnya sudah ditentukan sesuai dengan kebutuhan daerah tersebut. Orientasi dari dana ini adalah untuk pembiayaan ketika terdapat kegiatan khusus di tiap wilayah dan memang sudah masuk ke dalam prioritas nasional.
Penetapan DAK untuk kegiatan khusus ini sudah dimasukkan ke dalam RAPBD yang kemudian dimintakan persetujuan kepada mendagri. Guna memutuskan lolos atau tidaknya kegiatan khusus daerah ini untuk bisa didanai pusat, maka mendagri akan berkonsultasi dengan menkeu serta Bappenas.